20 Januari 2013 lalu, saya dan lima orang teman saya menghabiskan libur kuliah kami di Yogyakarta. Kami berangkat dari Stasiun Pasar Senen tepat pukul 22.30 WIB. Setelah 8 jam perjalanan, kami pun sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Kami menyempatkan untuk sarapan terlebih dahulu di sekitar stasiun sebelum melanjutkan perjalanan ke Gunung Kidul. Nantinya kami akan menginap selama 2 hari di rumah nenek seorang teman di sekitar sana. Selama perjalanan ke Gunung Kidul, saya dimanjakan dengan pemandangan yang benar benar asri dan sulit ditemukan di Jakarta. Ternyata kami datang ke Yogyakarta di waktu yang kurang tepat. Cuaca mendung mengisyaratkan bahwa akan turun hujan. Dan benar saja, tepat saat kami sampai di rumah tempat kami menginap, hujan turun dengan derasnya. Waktu itu, jam masih menunjukkan pukul 11.30. Yang bisa kami lakukan hanyalah duduk di beranda rumah memandangi deretan tanaman jagung yang berdiri tegak menjulang. Paman dan bibi teman saya, yang selanjutnya kami panggil dengan sebutan 'pakde' dan 'bude' menyarankan kami untuk beristirahat saja hari ini dan lanjut mengeksplorasi Gunung Kidul keesokan harinya. Namun kami masih berusaha menunggu hujan reda dan pergi berwisata ke Goa Pindul.
Hujan memang reda, tapi kami tetap tidak bisa menjelajahi Goa
Pindul dikarenakan hujan membuat aliran air sepanjang goa meluap dan tidak memungkinkan
untuk dilalui pengunjung. Pakde teman kami memberi option tempat wisata lain yang
juga mudah untuk dijangkau, yaitu Air Terjun Sri Gethuk. Tanpa pikir panjang, kami
langsung menyetujuinya. Gerimis mengiringi perjalanan kami ke tempat tersebut. Setibanya
di lokasi, kami tidak langsung disambut dengan air terjun, namun harus melewati
beberapa anak tangga untuk mencapainya. Sebenarnya ada pilihan lain, yaitu dengan
naik 'perahu' motor. Perahu disini bukan perahu pada umumnya, lebih ke sebuah rakit
bermesin yang dikelilingi besi sebagai pengaman. Tapi lagi lagi, cuaca sebagai alasan.
Arus yang lumayan deras dan cuaca yang kurang mendukung, memaksa kami untuk berjalan
selama 15 menit sebelum dapat melihat keindahan air terjun. Dan memang hasilnya
tidak mengecewakan.
Esoknya pagi pagi sekali, kami berangkat ke tempat wisata Goa
Pindul, yang memang sudah menjadi urutan pertama list destinasi yang ingin dikunjungi.
Kami sangat bersemangat, sampai sampai tiba disana ketika pengelola tempat tersebut
belum membuka usahanya. Kira kira jam 8 pagi, pegawai dari pengelola tempat wisata
Goa Pindul mulai bermunculan, kami pun menghampiri mereka untuk mendaftar. Kami
tergiur dengan paket Goa Pindul + body rafting di Sungai Oyo. Setelah melakukan
briefing dan persiapan lain, kami beserta dua orang guide pergi ke titik awal wisata
Goa Pindul.
Dalam menyusuri goa, kami hanya duduk di ban pelampung, sedangkan guide kami menarik ban dan menjelaskan spot spot penting didalam goa. Mereka juga menjelaskan asal usul pemberian nama Goa Pindul, terbentuknya stalagtit stalagnit, dan batu batu unik yang hanya ada di Goa Pindul. Setelah 20 menit menyusuri goa, kami berhasil keluar dengan selamat, dan tentu saja tak lupa berfoto dengan salah satu guide.
Kami langsung melanjutkan wisata body rafting. Untuk mencapai
sungai Oyo, sebuah truk disediakan oleh pengelola tempat wisata.
Hanya dengan 5 menit, kami sampai di tengah rerumputan. Ya, rerumputan. Kami harus berjalan kaki untuk mencapai pinggir sungai. Sambil menggendong ban yang ukurannya hampir tiga perempat tinggi badan, kami berjalan mengikuti guide. Jalan setapak yang becek menjadi salah satu rintangan terbesar kami dalam mencapai sungai. Saya sendiri beberapa kali terjatuh dan sudah pasti baju saya kotor oleh tanah.
Akhirnya kami sampai di tepi sungai Oyo. Guide kami menginstruksikan cara melakukan body rafting, yaitu pergi berdua-dua, saling memegang tali di pinggir ban satu sama lain, lalu diam mengikuti arus sungai.
Hanya dengan 5 menit, kami sampai di tengah rerumputan. Ya, rerumputan. Kami harus berjalan kaki untuk mencapai pinggir sungai. Sambil menggendong ban yang ukurannya hampir tiga perempat tinggi badan, kami berjalan mengikuti guide. Jalan setapak yang becek menjadi salah satu rintangan terbesar kami dalam mencapai sungai. Saya sendiri beberapa kali terjatuh dan sudah pasti baju saya kotor oleh tanah.
Akhirnya kami sampai di tepi sungai Oyo. Guide kami menginstruksikan cara melakukan body rafting, yaitu pergi berdua-dua, saling memegang tali di pinggir ban satu sama lain, lalu diam mengikuti arus sungai.
Perjalanan sepanjang sungai Oyo sangatlah menyenangkan dan merupakan hal baru bagi kami. Terutama saya yang jarang bermain air karena tidak bisa berenang. Kami kembali ke tempat pengelola wisata dengan perasaan puas. Lalu segera membersihkan diri untuk melankutkan pelesir ke pantai-pantai yang dimiliki Gunung Kidul. Semangkuk bakso menjadi penghangat perut kami setelah sejam lebih bermain air.
Mobil yang kami sewa melaju ke tempat wisata selanjutnya. Dengan
membayar 5000, kami sudah bisa menjamah seluruh pantai di sepanjang Gunung Kidul
yang memang berada di satu lokasi. Pantai pertama yang kami kunjungi adalah pantai Sendhuk. Pantai ini tergolong ramai oleh pengunjung. Bahkan ketika kami datang,
sudah ada rombongan pengunjung yang berkumpul mengadakan suatu acara. Terdapat beberapa
batu besar di pantai Sendhuk. Spot inilah yang menjadi pilihan kami untuk berfoto.
Pasirnya putih, dan ombaknya lumayan besar. Disini kami hanya mengambil foto di pinggir pantai agar badan kami tetap kering.
Setelah puas, kami pindah ke lokasi selanjutnya yaitu Pantai Krakal. Di sepanjang pantai terhampar luas karang-karang. Jauh ke tengah pantai, banyak orang mengumpulkan rumput laut dan kerang kecil. Sedangkan kami puas dengan mengamati biota laut dikarang pinggir pantai. Disarankan untuk waspada terhadap bulu babi dan hewan berbahaya lainnya dengan tidak bertelanjang kaki saat berjalan di atas karang.
Pasirnya putih, dan ombaknya lumayan besar. Disini kami hanya mengambil foto di pinggir pantai agar badan kami tetap kering.
Setelah puas, kami pindah ke lokasi selanjutnya yaitu Pantai Krakal. Di sepanjang pantai terhampar luas karang-karang. Jauh ke tengah pantai, banyak orang mengumpulkan rumput laut dan kerang kecil. Sedangkan kami puas dengan mengamati biota laut dikarang pinggir pantai. Disarankan untuk waspada terhadap bulu babi dan hewan berbahaya lainnya dengan tidak bertelanjang kaki saat berjalan di atas karang.
Pantai selanjutnya yang juga merupakan pantai terakhir yang kami
kunjungi adalah Pantai Baron. Warna pasir di pantai ini adalah hitam, berbeda dengan
dua pantai sebelumnya. Pantai ini dilengkapi juga dengan mercusuar dan perahu nelayan
yang banyak terdampar disana.
Hari sudah semakin sore ketika kami memutuskan untuk mengakhiri wisata kami di Gunung Kidul. Kami memang masih di Yogya, namun kami akan mengeksplorasi daerah lainnya selain Gunung Kidul. Senja tiba, kami berpamitan kepada pakde, bude, dan mbah yang telah menyediakan rumahnya untuk kami tinggali selama 2 hari 1 malam. Liburan yang mengesankan! Pesona alam yang nantinya akan sulit terlupakan oleh saya, oleh kami semua. Thank you, Gunung Kidul! We'll miss you :)
Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dan nulisbuku.com #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis
Perjalanan ke gunung memang selalu layak ditulis dalam jurnal ^^ Mampir juga di blogku ya, aku menulis pengalaman mendaki gunung bromo bersama teman-teman TF-SCALE dari Indonesia & Singapura ^^
BalasHapuschalwoo